Ada seorang remaja yang
berjalan di trotoar pusat kota. Remaja tersebut berjalan dari pagi hingga siang.
Lelah akibat berjalan cukup lama remaja tersebut singgah ke warung terdekat. Ia
memesan kopi hitam. Dihiruplah kopi hitam dengan pelan-pelan.
Merasa lapar remaja tersebut
memesan nasi tumpang. Setelah menunggu datanglah nasi tumpang pesanannya. Ia
merasakan ada sentuhan di tangan kiri, ia menoleh, terlihat kakek-kakek yang
menadahkan tangganya. Sekejap ia berpikir ‘Ngapain kakek-kakek ini minta ke
saya, emang apa nggak punya keluarga yang ngurusin?’ Tetapi dengan cepat ia
menghilangkan pikirannya. Setelah memberikan beberapa uang remaja tersebut
mempersilakan kakek tersebut duduk disebelahnya. “Kakek kok bisa ada disini
emang ada apa?” “Kakek disini karena tidak punya rumah” “Apa kakek nggak punya keluarga?
Anak? Cucu?” “…punya” jawab kakek dengan lirih “La terus kok nggak tinggal
bareng sama anak atau cucu kakek?” “….” “Ya sudah kek ayo makan bareng” Remaja
tersebut memberikan satu porsi nasi tumpang kepada kakek tersebut. Setelah
makan ia mengobrol dengan kakek tersebut. Ia menyukai apa yang kakek tersebut
bahas misalnya angka delapan yang lebih kecil daripada angka sembilan tetapi
ketika malam tidak ada yang bisa membesarinya.
Seminggu berlalu, remaja
tersebut mengecek berita trending hari ini dan melihat ada wajah kakek yang
ditemuinya minggu lalu. Ia mulai membaca berita tersebut ‘Seorang preman
memarahi kakek-kakek’ Membaca judul berita ia mulai mengatakan kata-kata kotor
untuk mengeluarkan emosinya. “Kamu nggak tau keadaannya kakek tersebut
berani-beraninya kamu marahi kakek!” ucapnya dalam hati. Ia memonton video yang
ada di berita dan memang benar bahwa preman tersebut memarahi kakek yang
ditemuinya minggu lalu. Remaja tersebut ingin menemui kakek tetapi tidak tahu
kakek berada di mana.
Sebulan berlalu, remaja
tersebut singgah ke warung dimana ia bertemu kakek bulan lalu. Ia memesan hal
yang sama kopi hitam dan nasi tumpang. Merasakan adanya sentuhan di tangan kiri,
ia ingat pertemuan pertama dengan kakek dimulai dari tangan kiri, “Kakek?” “Iya
ini kakek” “Senang bertemu dengan kakek, sekarang kakek gimana?” “Baik” “Aku
lihat beritanya kek, jahat banget ya preman itu” “Iya tapi kakek berterimakasih
kepadanya” “Lah, kok gitu” “Begini dek, dengan keadaan keluarga kakek yang
begini, kakek harus meminta-minta untuk bisa hidup, seperti yang kakek lakukan
kepada Adek bulan lalu, tetapi setelah preman datang semua berubah” “Ya iya
setelah datang kan kakek dimarahi.” “Bukan ketika itu tapi setelah itu”
“Setelah itu?” “Setelah preman memarahi kakek, media datang meliput kakek” “Iya
karena itu aku bisa baca berita tentang kakek” “Iya itu benar tetapi setelah
kakek diluput, banyak orang yang mau membantu kakek untuk hidup. Mereka
mendonasikan uang, membangun rumah, hingga ada yang mau menuntut keluarga
kakek” “…” “Mungkin preman itu tahu keadaan kakek dan ingin membantu kakek
dengan caranya sendiri” “Tapi kan salah tetaplah salah” “Iya salah tetaplah
salah tetapi kakek menganggap ini sebagi berkah” “…” “Ada pepatah yang tepat
untuk menggambarkan perasaan adek saat ini, Apa yang dimatamu salah bukan
berarti salah dimata orang lain”
Tidak ada hitam putih, semua
abu-abu. Apa yang dimatamu salah bukan berarti salah dimata orang lain. Manusia
tidak mampu menilai seseorang dengan sempurna. Mereka hanya memperjuangkan apa
yang mereka anggap benar. Seperti orang yang menyalahkan lawannya karena
membaca angka sembilan sedangkan ia membaca angka enam. Semua hanyalah masalah
persepsi.
Komentar
Posting Komentar